Jumat, 08 Maret 2013

Efektivitas Kerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Mewujudkan Otonomi Desa

Proses reformasi politik dan penggantian pemerintahan yang terjadi pada tahun 1998, telah diikutkan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pmerintahan Daerah dan mencabut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. selanjutnya sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, bentuk pemerintahan desa terdiri atas Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa.
Dimana Badan Permusyawaratan Desa atau disebut dengan BPD sesuai pasal 104 adalah wakil penduduk desa yang dipilh "dari dan oleh penduduk desa" yang mempunyai fungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa dan mengawasi penyelengaraan pemerintahan desa. untuk itu, BPD dan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa (Perdes). Dalam melaksanakan tugas dan kewajibanya, kepala desa bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Bupati. Dengan adanya UU No. 22 Tahun 1999 telah memberikan kesempatan bagi desa dalam memberdayakan masyarakat desa serta desa. Masyarakat desa dapat mewujudkan masyarakat yang otonom (desa otonom) sebagai otonom yang asli. Namun, dengan fungsi dan kewenangan yang diberiakan oleh Unadang-undang terhadap BPD tenyata belumdapat melaksanakan tugasnya sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UU No. 22 Tahun 1999.
Makna otonomi dalam Undang-undang (Peraturan Pemerintah). Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memepunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Repoblik Indonesia.

Dalam prinsip dan pijakan otonomi daerah adalah otonomi daerah berpijak pada asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantu, otonomi seluas-luasnya tetap dalam bingkai NKRI, Tujuan akhir dari otonomi adalah pelayanan terbaik dan kesejahtraan masyarakat, prinsip dari otonomi daerah mengembangkan kemandirian

dan kesetaraan, dan pemerintahan desa didasarkan pada prinsip keragaman, demokrasi, akuntabilitas, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
            BPD dan masyarakat adalah aktor utama yang seharusnya melakukan kontrol untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pemerintahan desa dari suatu proses pembuatan PERDES hingga evaluasi, sehingga proses tersebut tidak semata-mata didominasi oleh elit-elit di desa dan tentu saja ruang kontrol masyarakat tersebut harus dilegalkan dalam aturan main baik Undang-Undang, PERDA maupun PERDES. Hal di atas sesuai dengan penjelasan pada Pasal 200 dan pasal 209 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004.
Pada peraturan pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa di jelaskan Bahwa BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa dan merupakan wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan kerterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyarawah dan mufakat. Pada Pasal 35 peraturan tersebut menjelaskan BPD mempunyai wewenang: ”Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa, melaksanakanpengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa, membentuk panitia pemilihan kepala desa, menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan menyusun tata tertib BPD”. Kemudian pada Pasal 36 dijelaskan bahwa BPD mempunyai hak: “Meminta keterangan kepada Pemerintah Desa dan menyatakan pendapat”.
Secara normatif BPD adalah mitra sejajar pemerintah desa, namun seringkali dalam pelaksanaanya hubungan antara BPD dan pemerintah desa tidak selalu sejajar sehingga mekanisme pengawasan dari masyarakat atau individu baik kepada BPD terhadap pemerintah desa seringkali tidak efektif, dengan kata lain BPD sebagai wakil individu atau masyarakat tidak bertanggung jawab kepada masyarakat atau individu yang memilihnya
BPD sebagai legislasi desa mempunyai hak untuk mengajukan Rancangan Peraturan Desa, merumuskannya dan menetapkanya bersama Pemerintah Desa. pembuatan PERDES sangat penting, karena desa yang sudah dibentuk harus memiliki landasan hukum dan perencanaan yang jelas dalam setiap aktivitasnya. Peraturan Desa yang dibuat harus berdasarkan masalah yang ada dan masyarakat menghendaki untuk dibuat Perdes sebagai upaya penyelesaian permasalahan. Disamping itu, kurangnya dana oprasional. Rentang tugas yang begitu luas membutuhkan dana proposional. Salah satu fungsi BPD sebagai penyalur aspirasi masyarakat dimana usulan atau masukan untuk rancangan suatu Perdes dapat datang dari masyarakat dan disampaikan melalui BPD.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat membuat Rancangan Peraturan Desa yang secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dalam hal ini,  BPD sebagai lembaga pengawasan memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi peraturan desa serta anggaran pendapatan danbelanja desa (APBDes). Akan tetapi, kurang berfungsinya fungsi BPD dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, yang disebabkan lemahnya kemampuan dan kualitas anggota BPD, tingkat pendidikan dan etos kerja merupakan pendorong terhadap pemahaman fungsi BPD. Hal ini menyebabkan kurangnya kepercayaan dalam pembuatana Peraturan Desa karena aspirasi masyarakat tidak berjalan sesuai dengan harapan    Dalam pelaksanaan Otonomi Desa, diperlukan pengorganisasian yang mampu menggerakkan masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi didalamnya, dengan demikian diharapkan bahwa pemerintahan desa dalam melaksanakan pembangunan desa akan berjalan lebih efektif, efisien dan rasional, tidak hanya didasarkan pada tuntutan emosional yang sukar dipertanggungjawabkan kebenarannya.   Ketika fungsi dan kewenangan BPD dapat dilaksanakan dengan baik secara utuh maka hal tersebut akan memberikan kontribusi yang sangat baik terhadap akuntabilitas pemerintahan disuatu desa, dalam mewujudkan pembangunan daerah yang desentralistik dan demokratis sesuai dengan amanat Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan juga mengingat bahwa pada dasarnya di era otonomi seperti sekarang ini, di tingkatan Desalah potensi-potensi masyarakat ideal untuk dikembangkan
Oleh karena itu dalam hal ini yang menjadi persoalan dan tolak ukur  adalah 'apakah Badan Permusyawaratan Desa
"benar-benar telah efektif dalam pelaksanaan fungsi dan kewenangannya dalam mewujudkan otonomi desa".??????????
apakah benar-benar membantu pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan atau hanya menjadi simbol demokrasi tanpa implementasi, atau malah menimbulkan masalah yang tidak perlu, yang hanya akan menghabiskan energi yang sesungguhnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat desa untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan dan krisis ekonomi.
Dengan melihat kenyataan yang ada dilapangan bahwasannya para anggota BPD di Desa terlihat masih rendahnya peran serta dalam proses , kurang menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat setempat sebagai wujud Otonomi Desa yang asli dan hanya mengedepankan fungsi pengawasan semata tanpa mekanisme. Di sisi lain anggaran oprasional yang begitu minim dan honor yang diterima anggota BPD  tidak sebanding dengan kinerja sehingga melemahnya semangat kerja dari pada anggota BPD.__kita semua mengharapkan artikel ini dapat digunakan sebagai masukan atau referensi dalam pelaksanaan otonomi desa dan lebih khususnya bagi anggota BPD dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanan fungsi dan wewenang:
:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadikan BPD sebagai wadah saluran aspirasinya pada    tingkat Desa.    
2.  Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengontrol kinerja BPD agar mampu menjalankan fungsinya dengan benar.
3.  Sebagai sarana motivasi bagi masyarakat agar lebih meningkatkan partisipasinya terhadap pelaksanaan fungsi, aspirasi dan pengawasan.
Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 22 Tahun 1999 pasal 104 menyebutkan bahwa:
"Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggara Pemerintahan Desa".
Sedangkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah UU No. 32 Tahun 2004 pasal 209 menjelaskan:
"Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat".

Hal di atas sesuai dengan penjelasan pada Pasal 200, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa: “Dalam Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk Pemerintahan Desa yang terdiri dari pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)”. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang demokratis yang mencerminkan kedaulatan rakyat.
Lebih Lanjut dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa di jelaskan Bahwa BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa yang berfungsi menetapkan Perdes bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi mmasyarakat. Selanjutnya BPD berwenang mengawasi pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa, mengusulkan mengangkat dan memberhentikan Kepala Desa, membentuk panitia Pilkades dan menyusun tata tertib BPD.
_sumber:
(Dolvin rivai)
STIA BINA TARUNA.
__________________________________________________________________


+
Perda No. 06/2010 Kabupaten Pesawaran tentang BPD.
Tujuannya agar mereka mengetahui dengan pasti bagaimana kedudukan, fungsi, wewenang, hak, dan kewajibannya. Seperti  menetapkan peraturan desa (perdes), membahas rancangan perdes, mengawasi pelaksanaan perdes, dan peraturan Kades.
’’Karena pada prinsipnya BPD harus bisa menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat di lokasinya masing-masing,”

Senin, 25 Februari 2013

sang jendral

Dulu soeharto terkenal jendral murah senyum tapi jarang bicara serta sepak terjangnya yg tidak terdeteksi, tau2..bettt…!
Presiden Megawati pada akhir-akhir jabatannya mengusulkan kepada DPR untuk menyetujui Jenderal TNI Ryamizard sebagai calon tunggal Panglima TNI, DPR sudah menyetujuinya tetapi saat peralihan kepemimpinan kepada Presiden SBY, SBY menarik surat pengajuan tersebut dan memilih memperpanjang masa dinas aktif Panglima TNI saat itu Jenderal TNI Endriartono Sutarto. Kemudian pada akhirnya Panglima TNI dipegang dari TNI-AU, Marsekal TNI Djoko Suyanto.
ada yang tahu apa alasan pak presiden mengambil tindakan seperti itu?
_takut tersaingi oleh Ryamizard yg terkenal tegas dan disegani di dalam tubuh TNI?

Sebenarnya yang dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia saat sekarang ini adalah seorang Presiden yang mau memperhatikan kesulitan-kesulitan rakyatnya (andai ia dari kalangan militer, maka ia harus dapat melihat secara langsung kehidupan prajuritnya sampai ketingkat pangkat yang paling bawah), Tidak selalu menutupi kekurangannya dengan jargon-jargon politik basi seperti era Orde Baru (entah dengan iklan-iklan politik partainya yang menyesatkan, ataupun melalui orang-orang disekelilingnya yang terkesan menjadi penjilat, asal bapak senang, tetap membela kepentingannya meskipun itu salah!), Tidak mau tunduk dengan kepentingan pihak asing (entah soal hasil bumi, sampai kepada persoalan-persoalan politik regional maupun internasional), Dapat berkata tegas kepada negara-negara tetangga yang selalu berbuat kurang ajar terhadap Indonesia (entah itu kepada Malaysia;negara yang paling banyak melakukan pelanggaran terhadap negara kita;, ataupun terhadap negara-negara lain), Tidak memutar balikkan fakta yang ada (mau berterusterang dengan keadaan bangsa dan negara ini secara keseluruhan). Dan mohon maaf, hal ini belum tercermin pada diri Presiden kita sekarang.
Yang kita perlukan, jika itu seorang militer, maka orang itu seperti Ryamizard Ryacudu, orang yang tegas pada atasan maupun bawahan,orang yang tegas pada negara tetangga yang selalu melanggar kedaulatan kita, orang yang dekat dengan prajuritnya, dan orang yang taat pada agamanya! Sayang sekali, seorang Ryamizard Ryacudu nampaknya dianggap membahayakan bagi segelintir orang yang mungkin takut akan sepak terjangnya yang sangat berterus terang.
beliau yg mengatakan bahwa politik di indonesia penuh intrik. Dan beliau sangat mengedepankan Pancasila, bhineka tunggal ika, dan menggambarkan Indonesia itu seperti mata rantai. Bila satu rantai itu pecah, yg lain ikut tercerai, oleh krn itu dia memerangi GAM di aceh.
Pasti jendral lain jiper melihat dia, krn udah terbukti nih Jendral banyak pendukungnya di tni mulai dari prajurit sampe perwira tinggi.
Adakah diantara calon-calon Presiden Indonesia seperti dia????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Sabtu, 23 Februari 2013

Sejarah Singkat Terbentuknya Organisasi Pemberontak Papua Merdeka (OPM)

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan separatis yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi yang sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama Irian Jaya.OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan bagian Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan wilayah ini ke dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara Belanda dengan Indonesia dimana pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini dikuasainya kepada bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian tersebut oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada yang lain.Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM yang lain, Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang Fajar dan memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Namun republik ini berumur pendek karena segera ditumpas oleh militer Indonesia dibawah perintah Presiden Soeharto.(orde baru). Tahun 1982 Dewan Revolusioner OPM didirikan dimana tujuan dewan tersebut adalah untuk menggalang dukungan masyarakat internasional untuk mendukung kemerdekaan wilayah tersebut. Mereka mencari dukungan antara lain melalui PBB, GNB, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN
Kesenjangan sosial yang sangat begitu tajam antara warga pendatang dan warga asli serta eksploitasi alam bumi Papua yang membabi buta semakin menambah deretan alasan pembenaran gerakan separatis ini. Pemerintah pusat mesti serius mengatasi ini, bukan hanya dengan upaya pendekatan militer, akan lebih baik bila dikedepankan upaya diplomatis dan pendekatan perhatian kesejahteraan para warga asili Papua yang masih banyak yang belum tersentuh dari hiruk pikuknya pembangunan.
Bagaimanakah sisi kehidupan mereka dalam melakukan kegiatannya,. kita bisa lihat aktifitas mereka sehari hari di hutan dan pedalaman Papua dalam upaya gerilya mewujudkan keinginan mereka membuat negara sendiri terpisah dari negara kesatuan Republik Indonesia
--: penembakan oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang menewaskan delapan prajurit TNI
serangan masif kelompok OPM pada Kamis 21 Februari 2013 yang mengakibatkan jatuhnya korban TNI dan warga sipil.
"Kelompok yang melakukan aksi kekerasan di Papua hanyalah segelintir orang yang menolak jalan demokrasi,"

Senin, 18 Februari 2013

kilas budaya


Sistem Pemerintahan Adat
Sistem Pemerintahan Adat
Di Kerajaan Paksi Pak
Sekala Brak Sebagian Raja
- Raja Dibawah Sai Batin
Kepaksian Nyerupa
Perdana Menteri dan Para
Raja Jukkuan Kepaksian
Sultan merupakan pucuk
pimpinan tertinggi di
dalam adat sekala brak,
sebutan Dudungan Mulia
dari masyarakat adat
( jamma jamma ) kepada
pimpinan adatnya. Segala
titah Sai Batin atau Sultan
adalah merupakan amanat
yang musti di jalani atau
dilaksanakan oleh
siapapun yang menerima
titahnya, sebuah pantun
azimat yang cukup
terkenal berbunyi “ khiah
khiah kik dawah,
kekunang kak debingi, kik
kak saibatin mekhittah,
tisansat kik pak mati “
merupakan penggambaran
kesetiaan masyarakat
adat terhadap amanah
yang dititahkan oleh
sultannya walau
penunaiannya di ibaratkan
mempertaruhkan nyawa.
Dalam menjalankan
kepemimpinan adatnya sai
batin membawahi struktur
adat yang tersusun rapi,
dan setiap pimpinan dalam
struktur adat dibawah sai
batin tersebut juga
memiliki bawahanan
lainnya. Terdapat 7
tingkatan hierarki dalam
adat Kerajaan Paksi Pak
Sekala Brak yang tetap
dipegang teguh yaitu
mulai dari tertinggi Sultan,
Raja Suku/Jukkuan, Batin,
Radin, Minak, Kimas dan
Mas. Sultan juga dalam
menjalankan fungsinya
dibantu oleh Pemapah
Dalom, semacam perdana
menteri, yang biasanya
diangkat dari salah
seorang paman atau adik
Sultan. Para Pemapah
Dalom/ Pemapah Paksi
bergelar Raja. Adapun
Masyarakat adat di dalam
pemerintahan Adat Paksi
Pak Sekala Brak
terkelompok dalam
struktur adat sebagai
berikut : 1. Jukku dipimpin
Kepala Jukku bergelar
Raja 2. Sumbai dipimpin
Kepala Sumbai bergelar
Batin 3. Kebu dipimpin
Kepala Kebu bergelar
Radin 4. Lamban
(Keluarga) dipimpin
Kepala Keluarga atau
Ghagah. Dalam
perkembangannya ketika
penjajaha belanda datang
ke tanah bumi sekala
brak, tatanan adat mulai
dikuasai, apalagi setelah
kekalahan paksi pak
sekala brak dalam
peperangan dengan
belanda dan
dibumihanguskannya
istana atau Lamban
Gedung tempat
bernaungnya masyarakat
adat, hingga banyak pula
rakyat yang berceraiberai,
bahkan dikeluarkanlah
Gouvernments besluit
ddo.6 Maar n.18,
( Maklumat Gubernur
jendral tertanggal 6 Maret
1844. No. 18), melarang
Paksi Pak memakai nama
Kerajaan dan dilarang :
Pangkat Maharaja dan
Raja pada Kebuayan dan
marga marga tidak boleh
lagi dipergunakan.
sebutan bagi pemimpin
masyarakat adat adalah
Pesirah. Blanda berupaya
menanamkan nilai nilai
kepercayaan ajaran
kristiani di sekitar
Kerajaan Paksi Pak Sekala
Brak / Lampung Barat.
Dizaman penjajahan
belanda inilah
pemerintahan adat Paksi
Pak dilemahkan, dan
dibuat tandingan
tandingannya, dengan
membetuk system
kepesirahan didalam
sebuah marga, walaupun
dengan siasatnya
mengadopsi tata adat
yang ada dikepaksian
untuk diterapkan di
tingkat marga. Bahkan
setelah dipilihnya
seseorang untuk menjadi
pesirah, belanda
menganugerahkan gelar
atau adok setingkat sultan
atau suntan untuk pesirah
pesirah baru dan bahkan
dianugerahkan pula gelar
pangeran bagi yang telah
berjasa. Tata adat dan
pemerintahan adat sekala
brak tidaklah sepenuhnya
ditinggalkan oleh belanda,
karena masih banyak pula
masyarakat yang
memegang teguh.
Ditengah kekangan
belanda Paksi Pak Sekala
Brak masih mampu
bertahan untuk tetap
memegang teguh nilai
nilai leluhurnya dan
terbukti hingga kini
perjalanan terjal itu
mampu dilalui, karena
Sultan dari setiap Paksi
beserta rakyatnya masih
tetap ingin meneruskan
kearifan nenek moyang.
Salah satunya di pimpin
oleh Sultan Ali Akbar
Hidayatullah Waliyullah,
Jurai ke16 dari Buay
Nyerupa.Tahun 1868
Beliau melakukan perang
gerilya diwilayah Gunung
Pesagi, Gunung Seminung,
Belalau sampai ke Pugung
Tampak, belanda
mengajak berunding
Sultan Ali Akbar agar
melakukan perdamaian.
kan tetapi tawaran
tersebut ditolak, kecuali
belanda tidak memeach
belah kekuasaan Paksi.
permintaan tersebut tentu
ditolak, dengan siasat
liciknya belanda
menangkap Sultan Ali
Akbar dan dibuang
kemuko muko bengkulu
selama dua tahun,
didalam pembuangannya
Sultan Ali Akbar miminta
izin kepada belanda untuk
menunaikan ibadah haji.
Diiringin oleh para
pangeran pagar alam,
beliau berangkat melalui
pelabuahn Menggala.
Namun Takdir
membwanya wafat ditanah
suci, masyarakat buay
nyerupa mengenangnnya
dengan ungkapan
"terbang burung, terbang
sangkarnya" . Begitu juga
Dipertuan PANGERAN
RINGGAU Gelar Pangeran
Batin Pasirah Purbajaya
Bindung Langit Alam
Benggala ( 1852 ),
mendapatkan kehormatan
SANDANG MERDIKA dan
rakyat dimerdekakan
selama 14 tahun tidak
melaksanakan kerja gawi
raja, karena jasanya
menyelesaikan masalah
rejang lebong dan
pasemah lebar. Kerajaan
Adat Paksi Pak Sekala
Brak kini masih tetap
menjalankan tradisinya
dalam menjalankan
permufakatan, berupaya
tetap meneruskan tradisi
nenek moyang terdahulu,
adapun Permufakatan
Sidang Adat atau yang
disebut “HIMPUN”adalah
Himpun Keluarga, Himpun
Belambanan, Himpun
Bahmekonan, Himpun
Paksi / Marga. Didalam
himpun biasanya
digunakan tata bahasa
yang tinggi atau halus,
disampaikan untuk
menerangkan maksud
hajat ataupun
penyelesaian masalah,
percakapan ini biasa
disebut "betetangguh".
Tangguh / Betetangguh,
Sai Batin Marga kepada
Sai Batin Paksi Bagi setiap
Paksi juga memiliki
punggawa2 yang
merupakan keluaran dari
salah satu 4 paksi, baik
dari Paksi Pernong,
Belunguh, Bejalan Diway.
Punggawa punggawa
tersebut saaat ni
kebanyakan telah berdiri
menjadi marga marga
yang tersebar di berbagai
penjuru lampung. Salah
satunya seperti di
Kepaksian Nyerupa yang
memeiliki penggawa
penggawa perwakilan
Lampung yang indah sejak
tahun 1600 sampai tahun
1933 M tersebar /
berdomisili : 1. Ujung ilir
menggala raja dibukit raja
pagar alam/ warga
Negara. 2. Marga
Baradatu dusun tiuh balak
gelar batin bala seribu
pangeran si pahit lidah 3.
Marga Jabung dusun
bungkuk labuhan
meringgai Hi. Harun
Pesirah Marga Unyi gelar
sutan Tjik. 4. Dusun
Canggu kalianda pangern
tihang marga jurai dalom
abdul wahab 5. Marga
Punduh/ kunyayan
kecamat padang cermin,
Ahmad Rozi gelar Batin
Paksi 6. Sabu menanga
dusun menyangan padang
cermin gelar Pangeran
Ismail 7. Marga pematang
sawa way nipah gedung
dalom nama muhtar
istrinya asli 8. Buay
nyekhupa kecamatan
gunung sugih nama gozali
gelar suntan penutup 9.
Negara batin kota agung
suntan batin dan hermain
10. Marga ngarip kota
agung gelar raja syapri 11.
Semaka kota agung M.
yusuf (senin/mulud),
Mulkan-sallim sk. 12.
Seputih doh cuku balak
Muhammad husen gelar
raja pemulihan marga 13.
Sinar waya sukarajin
lamban balak dalom
sempurna. Ketiga belas
penggawa di Lampung itu
merupakan perwakilan
paksi buay nyerupa dan
masih banyak jurai-jurai
paksi buay nyerupa yang
tidak diketahui lagi atau
telah putus mata rantai
dikarenakan perubahan
zaman sehingga tidak
diketahui lagi seperti
penggawa way urang,
kelumbayan, gedung
menang dan kaliandak


Memang ada beberapa keratuan Keratuan

Dipuncak yang dalam
catatan I-Tsing dikenal
dengan nama To-Lo-
Phwang (To: Orang dan

Lo-Phwang: Lampung
atau diatas bukit) atau
Kendali (Kenali,
Lampung Barat).
Rajanya yang terkenal
Sri Haridewa dan raja
terakhir adalah Ratu
Sekarmong (Ranji
Pasai). Suku Lampung
yang masih menganut
agama Hindu Birawa ini
dikenal dengan Buai
Tumi. Kerajaan ini
menjalin hubungan
dengan Kerajaan
Sunda-Galuh dengan
pernikahan Putri Ratna
Sarkati (Putri Raja
Kendali Lampung)
dengan Prabu Niskala
Wastu Kencana (Putra
Prabu Linggabuana,
Raja Sunda-Galuh yang
tewas di Perang
Bubat). Kedatangan
rombongan Putri Ratna
Sarkati tersebut
membawa Pisang Muli
yang waktu itu hanya
ada di Lampung.
Sehingga pada saat ini
di Jawa Barat dikenal
juga dengan Pisang
Muli atau Pisang
Lampung. Dari
pernikahan tersebut
melahirkan Prabu
Susuk Tunggal atau
Sang Haliwungan (Raja
Sunda , ayah Kentrik
Manik Mayang Sunda).
Sedangkan istri kedua
Prabu Niskala Wastu
Kencana adalah Putri
dari pamannya Resi
Bunisora (adik Prabu
Lingga Buana) dan
melahirkan Prabu
Ningrat Kencana (Raja
Galuh, ayah Prabu
Siliwangi).
Balau, Pugung dan
Paksi Pak
Keratuan Puncak –
yang berhubungan

dengan Kerajaan
Sunda-Galuh - yang
telah runtuh
mendirikan keratuan
baru yang diberi nama
Keratuan Balau yang
terletak di kaki Gunung
Jualang Tanjung Karang
Timur. Keratuan ini
masih berhubungan
dengan kerajaan
Sunda-Galuh baru yang
dikenal nama kerajaan
Padjajaran. Keratuan
Balau runtuh karena
terjadi perperangan
yang tidak seimbang di
wilayah Keratuan
Balau atas campur
tangan pihak Belanda.
Keratuan baru juga
berdiri di Labuhan
Maringgai Lampung
Timur yang dikenal
dengan Keratuan
Pugung. Ratu Pugung
mempunyai anak yang
bernama Putri Sinar
Alam yang diperistri
oleh Sunan Gunung Jati
(Cucu Prabu Siliwangi
dari permaisuri Subang
Larang). Dari
perkawinan tersebut
melahirkan anak yang
diberi nama Ratu
Darah Putih yang
kemudian hari
mendirikan Keratuan
Darah Putih di Kuripan,
Kalianda Lampung
Selatan.
Keratuan Paksi Pak
Skala Brak berdiri
sekitar abad ke-15
dimana terdiri dari
empat kepaksian
yaitu :
- Buay Bejalan Diway
bertakhta kerajaan di
Puncak Dalom
- Buay Nyekhupa
bertakhta kerajaan di
Nampak Siring
- Buay Belunguh
bertakhta kerajaan di
Tanjung Menang
- Buay Pernong
bertakhta kerajaan di
Kota Hanibung
Kepaksian Skala Brak
tersebut masih ada
hingga sekarang, dan
sebagian keturunannya
menyebar ke berbagai
penjuru di Lampung.
d) Masa Keratuan
Darah Putih dan
Berdirinya Adat
Pepadun
Keratuan Darah Putih
yang didirikan oleh
Ratu Darah Putih
bersamaan masanya
dengan pemerintahan
Kesultanan Banten
pertama oleh Sultan
Hasanuddin. Sultan
Hasanuddin
(Sabangkingking)
adalah kakak satu
bapak lain ibu dari
Ratu Darah Putih, dan
keduanya putra Syarif
Hidayatullah (Sunan
Gunung Jati). Ibu Sultan
Hasanuddin adalah
Nyai Kawunganten
yang merupakan cucu
dari Prabu Siliwangi
dari Istrinya Centrik
Manik Mayang Sunda
(anak Prabu Susuk
Tunggal, Raja Sunda
yang berdarah
Lampung).
Jadi Sunan Gunung Jati
dan Nyai Kawunganten
merupakan sama-sama
cucu dari Prabu
Siliwangi yang berbeda
nenek.
Dengan adanya
hubungan saudara
antara Ratu Darah
Putih dan Sultan
Hasanuddin tersebut,
menjadikan Lampung
dan Banten saling
membantu dalam
menghadapi masalah
atau konflik pada masa
itu. Misalnya saja pada
masanya pemerintahan
Sultan Maulana Yusuf,
Banten atas bantuan
dari beberapa
Kebuaian dari Lampung
dapat menaklukan sisa-
sisa Kerajaan
Padjajaran yang masih
beragama Hindu.
Sehingga sisa-sisa
prajurit Padjajaran
yang tidak mau masuk
islam mengungsi ke
Banten Selatan yang
kini disebut dengan
Suku Badui.
Disamping berdirinya
Keratuan Darah Putih
di daerah pesisir Teluk
Lampung, berdiri pula
di daerah Lampung
Bagian Tengah dan
Utara kesatuan Adat
Lampung yang diberi
nama Adat Pepadun
sekitar abad ke-17
pada zaman kesultanan
Banten. Pada mulanya
terdiri dari 12 kebuaian
(Abung Siwo Mego dan
Pubian Telu Suku),
kemudian ditambah 12
kebuaian lain yaitu
Mego Pak Tulang
Bawang, Buay Lima
Way Kanan dan
Sungkai Bunga Mayang
(3 Buay) sehingga
menjadi 24 kebuaian.