Sistem Pemerintahan Adat
Sistem Pemerintahan Adat
Di Kerajaan Paksi Pak
Sekala Brak Sebagian Raja
- Raja Dibawah Sai Batin
Kepaksian Nyerupa
Perdana Menteri dan Para
Raja Jukkuan Kepaksian
Sultan merupakan pucuk
pimpinan tertinggi di
dalam adat sekala brak,
sebutan Dudungan Mulia
dari masyarakat adat
( jamma jamma ) kepada
pimpinan adatnya. Segala
titah Sai Batin atau Sultan
adalah merupakan amanat
yang musti di jalani atau
dilaksanakan oleh
siapapun yang menerima
titahnya, sebuah pantun
azimat yang cukup
terkenal berbunyi “ khiah
khiah kik dawah,
kekunang kak debingi, kik
kak saibatin mekhittah,
tisansat kik pak mati “
merupakan penggambaran
kesetiaan masyarakat
adat terhadap amanah
yang dititahkan oleh
sultannya walau
penunaiannya di ibaratkan
mempertaruhkan nyawa.
Dalam menjalankan
kepemimpinan adatnya sai
batin membawahi struktur
adat yang tersusun rapi,
dan setiap pimpinan dalam
struktur adat dibawah sai
batin tersebut juga
memiliki bawahanan
lainnya. Terdapat 7
tingkatan hierarki dalam
adat Kerajaan Paksi Pak
Sekala Brak yang tetap
dipegang teguh yaitu
mulai dari tertinggi Sultan,
Raja Suku/Jukkuan, Batin,
Radin, Minak, Kimas dan
Mas. Sultan juga dalam
menjalankan fungsinya
dibantu oleh Pemapah
Dalom, semacam perdana
menteri, yang biasanya
diangkat dari salah
seorang paman atau adik
Sultan. Para Pemapah
Dalom/ Pemapah Paksi
bergelar Raja. Adapun
Masyarakat adat di dalam
pemerintahan Adat Paksi
Pak Sekala Brak
terkelompok dalam
struktur adat sebagai
berikut : 1. Jukku dipimpin
Kepala Jukku bergelar
Raja 2. Sumbai dipimpin
Kepala Sumbai bergelar
Batin 3. Kebu dipimpin
Kepala Kebu bergelar
Radin 4. Lamban
(Keluarga) dipimpin
Kepala Keluarga atau
Ghagah. Dalam
perkembangannya ketika
penjajaha belanda datang
ke tanah bumi sekala
brak, tatanan adat mulai
dikuasai, apalagi setelah
kekalahan paksi pak
sekala brak dalam
peperangan dengan
belanda dan
dibumihanguskannya
istana atau Lamban
Gedung tempat
bernaungnya masyarakat
adat, hingga banyak pula
rakyat yang berceraiberai,
bahkan dikeluarkanlah
Gouvernments besluit
ddo.6 Maar n.18,
( Maklumat Gubernur
jendral tertanggal 6 Maret
1844. No. 18), melarang
Paksi Pak memakai nama
Kerajaan dan dilarang :
Pangkat Maharaja dan
Raja pada Kebuayan dan
marga marga tidak boleh
lagi dipergunakan.
sebutan bagi pemimpin
masyarakat adat adalah
Pesirah. Blanda berupaya
menanamkan nilai nilai
kepercayaan ajaran
kristiani di sekitar
Kerajaan Paksi Pak Sekala
Brak / Lampung Barat.
Dizaman penjajahan
belanda inilah
pemerintahan adat Paksi
Pak dilemahkan, dan
dibuat tandingan
tandingannya, dengan
membetuk system
kepesirahan didalam
sebuah marga, walaupun
dengan siasatnya
mengadopsi tata adat
yang ada dikepaksian
untuk diterapkan di
tingkat marga. Bahkan
setelah dipilihnya
seseorang untuk menjadi
pesirah, belanda
menganugerahkan gelar
atau adok setingkat sultan
atau suntan untuk pesirah
pesirah baru dan bahkan
dianugerahkan pula gelar
pangeran bagi yang telah
berjasa. Tata adat dan
pemerintahan adat sekala
brak tidaklah sepenuhnya
ditinggalkan oleh belanda,
karena masih banyak pula
masyarakat yang
memegang teguh.
Ditengah kekangan
belanda Paksi Pak Sekala
Brak masih mampu
bertahan untuk tetap
memegang teguh nilai
nilai leluhurnya dan
terbukti hingga kini
perjalanan terjal itu
mampu dilalui, karena
Sultan dari setiap Paksi
beserta rakyatnya masih
tetap ingin meneruskan
kearifan nenek moyang.
Salah satunya di pimpin
oleh Sultan Ali Akbar
Hidayatullah Waliyullah,
Jurai ke16 dari Buay
Nyerupa.Tahun 1868
Beliau melakukan perang
gerilya diwilayah Gunung
Pesagi, Gunung Seminung,
Belalau sampai ke Pugung
Tampak, belanda
mengajak berunding
Sultan Ali Akbar agar
melakukan perdamaian.
kan tetapi tawaran
tersebut ditolak, kecuali
belanda tidak memeach
belah kekuasaan Paksi.
permintaan tersebut tentu
ditolak, dengan siasat
liciknya belanda
menangkap Sultan Ali
Akbar dan dibuang
kemuko muko bengkulu
selama dua tahun,
didalam pembuangannya
Sultan Ali Akbar miminta
izin kepada belanda untuk
menunaikan ibadah haji.
Diiringin oleh para
pangeran pagar alam,
beliau berangkat melalui
pelabuahn Menggala.
Namun Takdir
membwanya wafat ditanah
suci, masyarakat buay
nyerupa mengenangnnya
dengan ungkapan
"terbang burung, terbang
sangkarnya" . Begitu juga
Dipertuan PANGERAN
RINGGAU Gelar Pangeran
Batin Pasirah Purbajaya
Bindung Langit Alam
Benggala ( 1852 ),
mendapatkan kehormatan
SANDANG MERDIKA dan
rakyat dimerdekakan
selama 14 tahun tidak
melaksanakan kerja gawi
raja, karena jasanya
menyelesaikan masalah
rejang lebong dan
pasemah lebar. Kerajaan
Adat Paksi Pak Sekala
Brak kini masih tetap
menjalankan tradisinya
dalam menjalankan
permufakatan, berupaya
tetap meneruskan tradisi
nenek moyang terdahulu,
adapun Permufakatan
Sidang Adat atau yang
disebut “HIMPUN”adalah
Himpun Keluarga, Himpun
Belambanan, Himpun
Bahmekonan, Himpun
Paksi / Marga. Didalam
himpun biasanya
digunakan tata bahasa
yang tinggi atau halus,
disampaikan untuk
menerangkan maksud
hajat ataupun
penyelesaian masalah,
percakapan ini biasa
disebut "betetangguh".
Tangguh / Betetangguh,
Sai Batin Marga kepada
Sai Batin Paksi Bagi setiap
Paksi juga memiliki
punggawa2 yang
merupakan keluaran dari
salah satu 4 paksi, baik
dari Paksi Pernong,
Belunguh, Bejalan Diway.
Punggawa punggawa
tersebut saaat ni
kebanyakan telah berdiri
menjadi marga marga
yang tersebar di berbagai
penjuru lampung. Salah
satunya seperti di
Kepaksian Nyerupa yang
memeiliki penggawa
penggawa perwakilan
Lampung yang indah sejak
tahun 1600 sampai tahun
1933 M tersebar /
berdomisili : 1. Ujung ilir
menggala raja dibukit raja
pagar alam/ warga
Negara. 2. Marga
Baradatu dusun tiuh balak
gelar batin bala seribu
pangeran si pahit lidah 3.
Marga Jabung dusun
bungkuk labuhan
meringgai Hi. Harun
Pesirah Marga Unyi gelar
sutan Tjik. 4. Dusun
Canggu kalianda pangern
tihang marga jurai dalom
abdul wahab 5. Marga
Punduh/ kunyayan
kecamat padang cermin,
Ahmad Rozi gelar Batin
Paksi 6. Sabu menanga
dusun menyangan padang
cermin gelar Pangeran
Ismail 7. Marga pematang
sawa way nipah gedung
dalom nama muhtar
istrinya asli 8. Buay
nyekhupa kecamatan
gunung sugih nama gozali
gelar suntan penutup 9.
Negara batin kota agung
suntan batin dan hermain
10. Marga ngarip kota
agung gelar raja syapri 11.
Semaka kota agung M.
yusuf (senin/mulud),
Mulkan-sallim sk. 12.
Seputih doh cuku balak
Muhammad husen gelar
raja pemulihan marga 13.
Sinar waya sukarajin
lamban balak dalom
sempurna. Ketiga belas
penggawa di Lampung itu
merupakan perwakilan
paksi buay nyerupa dan
masih banyak jurai-jurai
paksi buay nyerupa yang
tidak diketahui lagi atau
telah putus mata rantai
dikarenakan perubahan
zaman sehingga tidak
diketahui lagi seperti
penggawa way urang,
kelumbayan, gedung
menang dan kaliandak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar